Catatan Perjalanan :
Hari Minggu, 29 April 2001,
sekitar jam 9:00 pagi saya tiba kembali di New Orleans, Louisiana, setelah
menempuh perjalanan lumayan panjang sekitar 14 jam dari Juneau, Alaska. Dari
bandara New Orleans saya lalu menggunakan taksi untuk pulang ke apartemen. Kali
ini saya menjumpai taksi yang tampil beda dari biasanya.
Sejak pertama kali memasukkan
barang bawaan ke dalam bagasi belakang taksi, saya sudah mencium sesuatu yang
lain dari biasanya. Di bagian lantai bagasinya tergelar kain tebal seperti
selimut bergaris-garis merah muda seakan-akan difungsikan sebagai karpet.
Begitu masuk dan duduk di jok belakang taksi, serta-merta tercium bau
wangi-wangian yang jelas aromanya terasa sumegrak (bukan semerbak tapi
berbau tajam), aroma yang aneh untuk selera indra penciuman orang Indonesia.
Sedan Lincoln tahun 1988 yang
berbadan panjang dan lebar yang “dipekerjakan” sebagai taksi itu di dalamnya
didekorasi layaknya sebuah ruang tamu. Di seputar kaca depan dan dashboard-nya
dihiasi dengan bunga-bunga plastik dan patung-patung kecil Yesus Kristus. Di
sela-selanya ditempelkan banyak jam tangan berbagai merek tidak terkenal,
sepertinya ditempel dengan lem sehingga susah dilepas. Di bagian atas joknya
ditempel hiasan plastik berbentuk udang, crawfish, dsb., yang agaknya
juga direkatkan dengan lem.
Di seputar jendela samping ada
hiasan-hiasan lain, termasuk kutipan-kutipan kitab Injil serta foto-foto
hitam-putih. Dari foto-foto itulah akhirnya saya tahu bahwa pak sopirnya adalah
seorang veteran Angkatan Laut. Diam-diam saya cocokkan postur tubuh gagah dan kekar serta wajah tampan
yang ada di foto dengan wajah pak sopir. Meskipun tidak tampak serupa benar,
namun saya melihat garis-garis wajah yang memang membuktikan bahwa wajah yang
ada di foto adalah wajah pak sopir.
***
Untuk meyakinkan dugaan saya,
maka akhirnya saya mulai membuka percakapan dengan pak sopir. Pak sopir yang
bernama Billy itu memang dulu pernah bekerja di Angkatan Laut Amerika dan
pernah tugas ke berbagai negara termasuk Asia Tenggara. Pak Billy pun
mengiyakan dengan tersenyum bangga ketika saya tanya apakah orang yang ada di
dalam foto itu adalah dirinya.
Pada bulan Agustus nanti Pak
Billy akan genap berusia 75 tahun! Ya, sopir taksi itu adalah Pak Billy yang
usianya hampir 75 tahun. Sudah 30 tahun ini Pak Billy menjadi sopir taksi
miliknya sendiri. Berjalannya sudah tidak lagi tegap, melainkan pelan dan
hati-hati. Bicaranya juga pelan, tidak jelas dan serak-serak kering. Setiap
kali mendengarkan pembicaraannya saya mesti mendekatkan telinga saya ke
sela-sela antara dua jok depan.
Namun jangan salah, tampil
dengan berkacamata plastik hitam (bukan plus atau minus) Pak Billy masih cukup
gesit mengemudikan taksinya dan tidak keteter mengikuti laju kecepatan lalulintas
New Orleans pagi itu.
Pak Billy mengaku hanya
bekerja 4-5 jam saja per hari, itupun terkadang banyak waktu terbuang hanya
untuk menunggu dapat penumpang. Dia memang bekerja tidak ngoyo
(memaksakan diri). Namun tentu adalah sebuah jenis pekerjaan yang luar biasa di
usianya saat ini kalau mengingat bahwa dia mengaku berkerja 7 hari per minggu.
Artinya, tanpa mengenal hari libur.
***
Menurut Pak Billy, ada dua hal
yang membuatnya bangga, yaitu : bangga dapat menghidupi dan mengatur hidupnya
sendiri dan bangga dapat menikmati hari tuanya. Lho? Sungguh tak pernah saya
bayangkan sebelumnya bahwa menjadi sopir taksi ternyata juga merupakan salah
satu bentuk kenikmatan di hari tua seseorang. Setidak-tidaknya bagi Pak Billy,
dan itulah cara Pak Billy menikmati hari tuanya. Sebuah cara yang tentu saja
kedengaran aneh di telinga kita pada umumnya.
Kalau dapat diambil benang
merahnya, maka barangkali esensinya adalah hidup yang bermanfaat bagi orang
lain. Adakah sesuatu yang dapat ditiru dari penggalan kehidupan seorang sopir
taksi bernama Pak Billy ini? Sesuatu yang kiranya dapat disemangati (bukan
mengganti) untuk disisipkan ke dalam budaya masyarakat kita yang pada umumnya
selalu merencanakan ingin menikmati hari tuanya setelah pensiun nanti, tapi pasti
bukan menjadi sopir taksi.
Jika demikian, lalu kapan Pak
Billy akan pensiun? Jawabnya ringan saja, dengan suaranya yang lemah dan serak
dia berkata : “I will retire when I die ……”, sambil tertawa terkekeh.
Setelah membayar ongkos taksi
US$16 plus tip US$2 setiba di apartemen, saya berkata : “Good Luck, Pak
Billy…..”
New Orleans, 30 April 2001
Yusuf Iskandar
[Kembali]