Catatan Kiriman Sahabat :

 

Tertawa

"Tertawa terbahak-bahak 3 kali sehari" demikian salah satu kiat hidup sehat dari Dr,. Hendrawan Nadesul. Namun mbakyu Waldjinah berkata lain:  "Ayo ngguyu, yen ngguyu lha ojo seru-seru"1).

 

Apakah tertawa itu baik dan penting ? Jawabannya bisa "Ya", bisa juga "Tidak". Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, tertawa berarti melahirkan perasaan dengan suara terkekeh-kekeh. Tertawa menggambarkan berbagai perasaan, sikap, watak, kebiasaan dlsb. Jenis tertawa juga bermacam-macam.

 

Ada tertawa lebar (terbahak-bahak), ada tertawa kecil (senyum) , atau ada juga tertawa kecut. Silahkan Anda pergi ke toko buku . Di sana Anda bisa memilih ketawa Cara Rusia? Jawa? Cina? Cendana? Pokoknya banyak lah. Tapi apakah Anda bisa melihat bedanya? Terus terang kok saya nggak bisa.

 

Tertawa menjadi penting dan sehat kalau pemicunya adalah memang hal-hal lucu, jujur, spontan. Tetapi kadang-kadang hal-hal yang dipaksakan, norak dan sejenisnya bisa membuat kita ketawa juga. Namun semua itu sah-sah saja, valid, dan yang penting tidak ada yang melarang.

 

Pertanyaan saya, apakah yang membuat orang tertawa? Dalam acara TV yang lucu-lucu, kita dibuat tertawa oleh tingkah laku binatang atau manusia yang aneh-aneh. Aneh artinya di luar kewajaran. Ya dalam hal ini tertawa menjadi penting dan sehat. Di lain pihak kita juga sering tertawa oleh tayangan kecelakaan kecil.

 

Apakah kecelakaan itu juga lucu? Mengapa manusia bisa tertawa oleh kecelakaan orang lain? Nah, di sini tertawa menjadi tidak sehat dan tidak mendidik. Tapi urusannya menjadi lain karena tertawa sebenarnya adalah urusan syaraf otomatis, syaraf refleks, yang tidak bisa kita tolak.

 

Sekarang marilah kita lihat dunia lawak dan kehidupan sehari-hari kita. Ada dialek, tingkah laku, ekspresi dsb. yang membuat kita menjadi tertawa. Ini sehat. Tapi ada pula omongan porno, vulgar, atau pelecehan terhadap wanita yang ternyata ampuh juga untuk membuat tertawa. Dan kita tertawa. Kalau anda lihat Srimulat, atau Ketoprak Humor - yang menjadi tayangan terfavorit saat ini - penonton perempuan pun ikut tertawa. Gejala apa ini? Hai kaum hawa mengapa tidak marah, katanya nggak suka dilecehkan.

 

Tertawa juga merupakan usaha untuk akrab. Dengan tertawa kita bisa menerima lawan bicara kita. Tapi hati-hati, bisa-bisa anda dianggap “cengengesan". Tertawa yang sebenarnya juga menunjukkan keterbukaan seringkali tidak bekenan bagi sementara orang.  Ingat ketika Mr. Dur menyamakan DPR dan Taman Kanak-kanak, seharusnya anak-anak TK nya yang marah, tapi nyatanya malah DPRnya yang marah. Ternyata soal tertawa dan membuat tawa bisa juga bikin repot.

 

Apakah tertawa itu sulit? Para ahli menyatakan bahwa secara fisiologis tertawa itu lebih mudah daripada cemberut, karena tertawa menggerakkan lebih sedikit otot daripada cemberut.

 

Di dalam sinetron-sinetron yang ditayangkan di televisi, seringkali kita melihat orang tertawa terbahak-bahak bila berhasil mengalahkan atau mencelakai lawannya. Sadis. Mengapa tontonan macam begini tetap beredar dan disukai sebagian masyarakat? Tanpa kita sadar kita telah ikut membiarkan proses penanaman kepuasan sadisme manusia kepada anak-anak kita. Tertawa sadisme adalah tertawa yang tidak mendidik dan tentu tidak sehat.

 

Sebagai penutup, bagaimana dengan pengaruh negara kita saat ini terhadap kemampuan tertawa kita? Rasanya dalam kondisi saling mentertawakan (menghujat), sulit bagi kita untuk tertawa secara jujur. Meski pantas kalau kita tetap terus berusaha. Dan semoga keadaan menjadi lebih baik.

 

Ingatlah bangsa yang besar adalah bangsa yang dapat membuat rakyatnya tertawa terbahak-bahak tiga kali sehari. Jadi marilah tertawa sebelum tertawa itu menjadi barang langka. "Ayo ngguyu........,ngguyu meneh.........,yen ngguyu lha ojo seru-seru...."

 

 

Balikpapan, November 2000

Heru Pramono

__________

 

1)”Ayo ngguyu, yen ngguyu lha ojo seru-seru” : penggalan lagu Jawa, dinyanyikan oleh Waljinah, yang maksudnya “ayo tertawa tapi jangan keras-keras”.

 

 

[Kembali]