Sebuah Catatan :
Kota New Orleans punya gawe, yang diberi
judul “New Orleans Jazz & Heritage Feslival 2000”. Ini adalah pesta musik
jazz tahunan terbesar (karena masih ada beberapa pesta musik lainnya yang
berskala lebih kecil), yang orang biasa menyebutnya dengan “Jazz Fest 2000”
saja, dan tahun ini adalah tahun penyelenggaraan yang ke-31.
Ukuran besarnya pesta memang tidak
tanggung-tanggung. Selama periode tujuh hari dalam dua akhir pekan yll (28-30
April dan 4-7 Mei 2000), digelar 10 panggung utama yang setiap harinya di
setiap panggung tampil 5-6 kelompok musik mulai sekitar jam 11:00 pagi hingga
jam 19:00 sore (saat ini jam 19:00 di Amerika masih terang benderang).
Sampai-sampai saya sendiri kesulitan menghitung jumlah kelompok musik yang
tampil, yang pasti lebih dari 400 kelompok. Ya benar, lebih 400 kelompok telah
tampil.
Mulai dari kelompok universitas, sekolah musik,
kelompok gereja, kelompok kampung maupun profesional. Ada yang main solo, duet,
trio, kuartet, group, hingga rombongan orkestra. Ada banyak jenis musik,
khususnya jazz serta berbagai kembangannya yang juga divariasi dengan musik apa
saja. Maka pilihan musik menjadi banyak, ada jazz rock, tradisional, maupun
kontemporer, ada blues, dixie, rap, R&B, reggae, funk, brass dan country,
ada irama latin, brazil, karibia, afrika dan indian, ada musik gospel, musik
cajun (tradisional New Orleans), dan ada yang baru bagi saya yaitu musik
tradisional zydeco.
Saking banyaknya pilihan musik, sehingga perlu waktu
tersendiri sebelum memutuskan untuk datang ke arena pertunjukan, yaitu untuk
mencermati jadwal acara guna memilih mau nonton group yang mana, di panggung
sebelah mana, hari apa dan jam berapa. Bagi saya yang membawa keluarga tentu
mesti mempertimbangkan juga, nanti anak-anak disuruh ngapain, karena
pasti mereka belum bisa menikmati suasana seperti ini. Perencanaan semacam ini
memang akan sangat berguna dalam hal effisiensi waktu, mengingat arena cukup
luas dan padat pengunjung, sementara waktu kita terbatas.
Diantara pemusik terkenal yang tampil diantaranya
Chick Corea, Gary Burton, Diana Krall, Sting, Lenny Kravitz (sebagaimana
dilansir Astaga.com), juga beberapa penampil yang memperoleh sambutan meriah
penonton seperti Temptations, Marva Wright, Neville Brothers, serta musik-musik
khas tradisional. Maka wajar kalau pesta ini menjadi salah satu kebanggaan New
Orleanian (sebutan untuk orang New Orleans).
Selain tampil di panggung-panggung terbuka di siang
hari, beberapa kelompok juga tampil di malam hari di gedung, hotel maupun
tempat pertunjukan lain yang lebih selektif penontonnya. Maka selama tujuh hari
pertunjukan, tidak kurang dari 500.000 pengunjung tumplek-bleg (tumpah
ruah) di arena terbuka.
Tentu harus mbayar untuk bisa masuk ke arena, dewasa
$20.00 dan anak-anak $2.00. Belum lagi jajanan dan minuman, yang tidak bisa
tidak pasti dibeli. Lha wong tidak diperkenankan membawa bekal dari
luar, sementara cuaca cukup panas, sekitar 90-an. Ini kebiasaan orang Amerika
untuk menyebut temperatur, yang maksudnya sekitar 90 derajat Fahrenheit (atau
setara dengan 32-33 derajad Celcius). Suhu udara yang cukup panas bagi orang
Amerika.
***
Mengajak keluarga untuk hadir di tengah pertunjukan
semacam ini memang tidak mudah, sekalipun panitia juga menyediakan kegiatan
khusus bagi anak-anak, serta ada puluhan parade (karnaval) yang berjalan
mengelilingi arena. Jelas suasananya sangat riuh, padat dan panas menjadi satu,
belum lagi sesekali angin yang bertiup membawa debu. Anak-anak tentu tidak jenak
(tenang menikmati) dalam suasana seperti ini, sementara kedatangan saya adalah
untuk menikmati musik.
Jalan keluarnya? Anak-anak dibelikan makanan dan
minuman, lalu disuruh main di bawah tenda raksasa yang digunakan untuk pameran
mobil mewah (sehingga tidak kepanasan), dan ibunya diminta dengan hormat untuk
mengawasinya, sementara bapaknya ngeluyur dari panggung ke panggung,
berdesakan di sela-sela penonton lain.
Maka ada dua tontonan yang “ternikmati” (awalan
“ter”, artinya tidak sengaja), pertama tentu pertunjukan musiknya, kedua adalah
kaum perempuan Amerika yang dalam cuaca panas itu memilih untuk mengenakan
(atau tidak mengenakan?) pakaian atasnya hanya “ber-kutang ria”. Pemandangan
ini menjadi biasa, dan (ini yang enggak enak) juga bagi anak-anak. Tapi, itulah
yang memang tidak terhindarkan. Anak laki-laki saya yang TK Besar berkomentar :
“kok tidak malu, ya”. Karena saya kesulitan menimpali komentarnya,
sayapun nyeletuk sekenanya (menirukan gaya orang Medan) : “Ini Amerika, Le…”
(Le : panggilan ala kampung di Jawa untuk menyebut anak laki-laki).-
Minggu siang itu lebih 3 jam saya berada di arena
pertunjukan menikmati musik di bawah terik matahari, dan sempat berjalan dari
panggung ke panggung. Setiap kelompok mempunyai durasi tampil yang
berbeda-beda. Kelompok-kelompok lokal dan amatir biasanya hanya 30 menit,
sedang kelompok profesional yang lebih punya nama bisa sampai 2 jam. Sesekali
saya tidak bertahan lama berdiri di satu tempat, karena terganggu oleh bau bir
dari botol atau gelas yang dibawa penonton di sebelah saya, atau bau sejenis
mariyuana yang (sebenarnya khas dan enak) tapi mengganggu.
Setiap kali berdiri ditengah penonton, saya sempat
memperhatikan sekeliling. Nampaknya cara saya menikmati musik berbeda dengan
orang Amerika. Saya cukup menikmatinya
dengan diam dan dengan perasaan nglaras, tapi orang Amerika menikmatinya
dengan gerakan. Maka begitu alat musik bunyi, tangan, kepala, badan dan pantat
mereka langsung megal-megol, lenggak-lenggok, goyang-goyang. Wah …, satu
tontonan lagi “ternikmati”.
Itulah “Jazz Fest”, dan itulah New Orleans. Bagi penggemar dan pecinta musik, maka New Orleans adalah tempatnya, terutama musik jazz dengan berbagai varian serta derivatifnya. Masyarakatnya yang heterogen, yang datang dari berbagai etnis lokal maupun dunia, turut mewarnai jenis musik yang berkembang, dan tentunya enak dinikmati.-
New Orleans, 9 Mei 2000.
Yusuf
Iskandar
[Kembali]