Sebuah
Catatan :
Namanya Edwin Washington Edwards. Tahun 1964 dia
terpilih menjadi anggota Senat dan tahun 1965 dia menjadi anggota Congress.
Lalu tahun 1972 dia terpilih menjadi Gubernur negara bagian Louisiana yang
ke-56. Karir politiknya cukup mengesankan, terbukti dia berhasil menjadi
Gubernur Louisiana hingga empat kali masa jabatan, meskipun tidak secara
berturut-turut, dalam periode 1972 hingga meninggalkan kantor gubernuran awal
1996.
Namun sayang, menjelang kelengserannya sebagai
Gubernur keempat kalinya, dia tersandung dengan urusan yang saat itu
“dikiranya” wajar-wajar saja, tetapi kini oleh pengadilan federal dinyatakan
sebagai perbuatan yang sangat salah. Hari Selasa yang lalu (9 Mei 2000) dia
dinyatakan bersalah atas 17 dari 26 perkara yang dituduhkan. Dia tidak
sendirian, ada 4 terdakwa lainnya yang juga dinyatakan bersalah oleh juri, dan
satu diantaranya adalah putranya sendiri. Mereka terbukti telah bersekongkol
melakukan pemerasan atas beberapa perusahaan yang mengajukan ijin pengoperasian
usaha perjudian, senilai lebih US$ 3 juta. Tentunya cara pemerasan yang
dilakukan oleh mereka tidak sama dengan cara yang dilakukan para preman
jalanan, meskipun kejadiannya serupa. Kita semua tentu paham itu.
Banyaknya jumlah perkara yang dituduhkan karena cara
pembuktiannya tidak dilakukan secara bongkokan (borongan) menjadi satu
gepok perkara : “pokoknya Sampeyan korupsi 3 juta dollar”. Melainkan
setumpuk perkara berbau korupsi itu diurai kasus per kasus, lalu masing-masing
dibuktikan benar atau salah. Perlu waktu 18 bulan bagi pengadilan federal untuk
menuntaskan kasus itu hingga amar putusan dijatuhkan.
Hari-hari ini mantan Gubernur itu sedang terpuruk. Pak Edwin kini berusia 72 tahun (kurang lebihnya sebaya dengan mantan Presiden kita, Pak Harto; bedanya Pak Edwin masih bersedia menghadiri pemeriksaan dan sidang pengadilan dengan gagah dan jiwa besarnya, dan Pak Edwin punya istri cantik berusia 35 tahun bernama Candy Edwards), dan dia (beserta konco-konco-nya) kini sedang menghadapi ancaman hukuman kalau ditotal jumlahnya menjadi 255 (dua ratus lima puluh lima) tahun penjara atas setumpuk tuduhan kesalahan.
Kalau saya mencoba menghitung-hitung, artinya kalau
misalnya hukuman itu benar-benar jadi dijalani borongan, tahun 2255 dia “baru”
akan bebas, dan saat itu usianya “sudah” mencapai 327 tahun. Selain hukuman
penjara, dia juga harus mengembalikan uang sebesar US$ 2,5 juta (sebuah koran
lokal menulis : Apakah dia saat ini punya uang sebanyak itu?). Dalam keterpurukannya
hari-hari ini, dia dan pengacaranya sedang memikirkan upaya banding atas
tiap-tiap kesalahan yang dituduhkan kepadanya. Kalau ternyata tidak berhasil,
maka segera dia harus masuk penjara untuk menjalani hukuman. Kalau berhasil,
tinggal menghitung tuduhan yang mana yang dinyatakan bebas dan tuduhan yang
mana yang hanya dikurangi jumlah hukumannya.
Itulah hasil kerja keras FBI selama lebih 3 tahun
terakhir, mengumpulkan bukti-bukti guna menjerat sang mantan Gubernur. Ternyata
Edwin Edwards ini memang sudah sejak lama, bahkan sejak masa jabatannya yang
kedua, sudah diincar FBI untuk dijerat dengan hukum atas perkara yang
berbau-bau korupsi. Tetapi setiap kali sang Gubernur berhasil menang di
pengadilan.
***
Melihat kenyataan bahwa Edwin Edwards telah empat
kali terpilih menjadi Gubernur, tentu bukan prestasi politik yang biasa-biasa
saja. Kalau tidak, tentunya sebagian besar rakyat negara bagian Louisiana tidak
bodoh mempercayai Edwin sebagai pemimpinnya. Sebab kita tahu bahwa sistem
pemilihan dilakukan secara langsung. Rakyat langsung mencoblos namanya
saat pemilihan, bukan tanda gambar yang akan memilih perwakilan mereka.
Artinya, jasanya bagi masyarakat Louisiana pada masa itu memang diakui, hingga
empat kali periode kepemimpinannya.
Namun, barangkali inilah tradisi demokrasi
masyarakat Amerika. Pada saat dia layak dipercaya, maka dia akan dipercaya
sepenuhnya. Saat sebagian besar rakyatnya memilihnya sebagai pemimpin (meskipun
sebagian sisanya barangkali menolaknya), maka diangkatlah dia sebagai pemimpin.
Saat dia menunjukkan performance-nya yang baik dan melakukan hal yang
benar, ya dihargailah keberhasilannya itu. Akan tetapi juga, saat dia melakukan
kesalahan, ya diberilah hukuman atas kesalahannya itu.
Jasa-jasanya di masa yang lalu ternyata tidak harus
menjadi pertimbangan untuk memaafkan kesalahannya, meskipun jasa-jasanya itu
diakui. Sampai-sampai Edwin ngayem-ayemi (menenangkan perasaan) dirinya
sendiri saat menghadapi wartawan dengan mengatakan : “Barangkali ini adalah bab
terakhir dalam hidup saya, tetapi ada banyak bab-bab sebelum ini. Banyak hal
telah terjadi di bawah kepemimpinan saya selama saya menjabat sebagai Gubernur
negara bagian ini dan sebagai anggota Kongress”. Maksudnya tentu agar rakyat
atau masyarakat Louisiana tidak begitu saja melupakan jasa-jasanya sebagai
Gubernur dan anggota Kongress.
***
Melihat episode tragis seorang mantan Gubernur itu,
yang kemudian terlintas dalam pikiran saya adalah pertanyaan : Mungkinkan
esensi keadilan yang demikian itu terjadi di negara kita Indonesia?. Tanpa
harus bersembunyi di balik jargon klasik : beda kultur, beda tradisi, beda
sistem, dan beda-beda lainnya yang hanya akan melegalisir faktor sungkan dan ewuh-pakewuh
(merasa tidak enak hati). Ah, yo
embuh…….-
New Orleans, 14 Mei 2000.
Yusuf Iskandar
[Kembali]